Minggu, 27 Maret 2016

Tugas 1

Demo Tolak Taksi "Online", Potret Gejolak Era Ekonomi Digital



Andri Donnal Putera Sopir taksi yang beredar di dekat tol Bandara Soekarno-Hatta arah Jakarta memasang spanduk tanda protes terhadap keberadaan Uber dan Grab yang dianggap mengurangi pendapatan sopir taksi plat kuning, Senin (14/3/2016) pagi.

Inilah potret dari berkah dividen digital yang tertunda. Perkembangan teknologi telah memberi berkah digital untuk ekonomi baru yang lebih efisien, bisa dijangkau untuk semua, dan inovatif. Tapi, semuanya itu belum bisa kita nikmati sepenuhnya.

Saat ini, upaya meraih dividen digital di Indonesia sedang bertarung dengan ketidakpastian, ketiadaan kontrol, aturan permainan yang belum adil, dan ancaman “main blokir” aplikasi.

Juga, dukungan pemerintah yang kurang terhadap transformasi ke dunia digital, serta kemampuan mengadopsi teknologi bagi dunia usaha konvensional.

Untuk kesekian kalinya, para sopir taksi protes atas keberadaan taksi-taksi yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi atau biasa disebut sebagai taksi online. Kali ini, unjuk rasa dilakukan ribuan sopir taksi di Jakarta, Senin (14/3/2016).

Inilah pertikaian yang dihasilkan dari berkah digital yang seharusnya disambut gegap gempita. Perselisihan ini sebenarnya bukan hal yang baru.

Akhir 2015 lalu, protes serupa juga didengungkan sopir taksi  dan ojek pangkalan dari beberapa kota besar di Indonesia. Mereka memprotes praktik angkutan berbasis aplikasi seperti taksi online dan ojek online.

Pada Kamis (17/12/2015) tahun lalu, Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah mengeluarkan larangan taksi dan ojek online beroperasi. Larangan ini pada akhirnya tak bisa dieksekusi dengan alasan layanan online seperti itu masih dibutuhkan masyarakat.

Kemarin, Senin (15/3/2016), Kementerian Perhubungan mengulangi hal senada dengan mengusulkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir aplikasi taksi online.

Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menekankan bahwa regulasi angkutan transportasi berbasis aplikasi, seperti Uber dan GrabCar, sepenuhnya ada di tangan Kementerian Perhubungan.

"Dari sisi Menkominfo, tidak relevan dengan regulasi, lebih banyak regulasi transportasi dan regulatornya Kemenhub. Ada juga dishub daerah," kata Rudiantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016) sore.

Apa yang disampaikan Rudiantara memang beralasan. Inilah titik lemah peran dan fungsi regulator di saat tak ada regulasi yang mengatur ekonomi baru ini. Institusi yang mengatur menjadi limbung karena memang perangkat aturannya belum ada.

Lambatnya respons pemerintah dalam menyediakan regulasi yang jelas dan adil untuk semua pihak, membuat persoalan ini berlarut-larut.

Para sopir masih mengusung tuntutan lama yaitu menuntut pemerintah agar menutup bisnis mobil berbasis aplikasi, khususnya GrabCar dan Uber.

Sebaliknya, penyedia aplikasi transportasi online seperti GrabCar, bersikeras bahwa mereka bukanlah perusahaan transportasi, melainkan perusahaan penyedia aplikasi.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta berulang kali telah memanggil Uber Asia Limited (Uber Taksi) dan PT Solusi Transportasi Indonesia (GrabCar).

Dalam pertemuan itu, kata Basuki, Pemprov DKI Jakarta selalu menegaskan bahwa usaha angkutan umum harus menaati aturan.

"Kami sudah sampaikan, kalau Anda mau usaha di sini, di sini tuh ada aturan. Kami tidak menentang program aplikasi, tetapi minimal mobil-mobil Anda mesti didaftarkan," kata Basuki.

Basuki pun mengancam, "Makanya, gimana coba tangkapnya? Harusnya kita mulai jebak. Ke depan, kami akan mulai jebak mereka (Uber). Kami kandangin."


Tanggapan         :

Menurut saya dengan adanya Perkembangan Teknologi yang menciptakan taksi berbasis aplikasi, yaitu uber car atau grab car. Sedikit mengurangi beban masyarakat dari segi ekonomi yaitu, masyarakat dapat membayar tarif lebih murah dibandingkan membayar tarif taxi konvensial yang kurang dapat dinikmati oleh kalangan menengah kebawah. Perkembangan teknologi jg  telah memberi berkah digital untuk ekonomi baru yang lebih efisien, bisa dijangkau untuk semua, dan inovatif. Tapi, belum  semuanya itu dapat kita nikmati, dan dapat diterima oleh kalangan  masyarakat yang  belum sepenuhnya mengerti tentang kemajuan teknologi . Dan tugas Untuk pemerintah agar tidak terjadi  demo rusuh antara taksi berbasis aplikasi dan taksi konvensional. Pemerintah harus menindak tegas lewat membuat peraturan perundang-undang yang mengatur tentang usaha transportasi. contohnya  dengan mendaftarkan mobil yg akan digunakan sebagai alat transportasi, harus mempunyai sim dan stnk. Serta yang lebih jelas lagi usaha tersebut sudah di legalkan.  Perkembangan teknologi tidak dapat dihindari , jika kita tertinggal kita akan tergilas atau tertinggal dibelakang. jika terjadi demo lagi atas pendapatan yg kurang memuaskan antara taksi konvensional dan taksi  berbasis aplikasi. Percayalah Tuhan sudah mengatur segala rezeki anda.





Sumber  : http://nasional.kompas.com/read/2016/03/15/08215211/Demo.Tolak.Taksi.Online.Potret.Gejolak.Era.Ekonomi.Digital